Kegembiraan menyambut Jum'at di Kota Sambas

Sambas, Jum'at, 4 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN

Konon, menurut ceritera orang-orang tua, dahulu hari Jum'at begitu nampak perbedaannya dibanding hari-hari lainnya di kota Sambas, sebuah kota yang terletak di pertigaan sungai Sambas Kecil, sungai Subah, dan sungai Teberau.


Ketika itu baru ada satu masjid yang diadakan padanya sholat Jum'at di kota ini, yaitu sebuah Masjid Agung yang dibangun oleh yang mulia Sulthan Muhammad Tsafiuddin II di kompleks pemerintahan sekaligus kediaman beliau sebagai raja yang masyhur. Dan oleh karenanya, masjid ini dinamakan Masjid Jami', artinya masjid yang diadakan di dalamnya sholat Jum'at. Sedangkan sholat lima waktu lainnya mereka lakukan di surau-surau di kampung-kampung mereka.

Pada tiap-tiap hari Jum'at setiap pekannya, penduduk Sambas yang mayoritas muslim itu, membatasi kegiatan mereka, terutama dalam aktivitas perdagangan mereka.  Mereka lebih mengutamakan untuk bersiap-siap menuju Masjid Jami', sebab nantinya akan diadakan "perkumpulan seluruh laki-laki yang sudah baligh se-kota" bersama dengan pemimpin-pemimpin mereka, mendengarkan "rapat umum" dari seorang mufti kerajaan, yang dilanjutkan dengan "upacara sakral" secara berjama'ah antara raja dan rakyatnya menghadap Allah Raja dari segala raja, Sang Empunya alam semesta.

Persiapan mereka untuk itu, kira-kira hampir siang semua toko, baik toko Melayu atau Tionghoa telah pun tutup. Mungkin saja dulu ada hukuman dari kerajaan buat siapa saja yang mengadakan perdagangan di waktu shalat Jum'at ditegakkan. Laki-laki muslim tua-muda, besar-kecil kemudian mandi Jum'at yang hukumnya wajib itu. Lalu kemudian mengenakan setelan pakaian terbaik mereka. Kopiah hitam di kepala bak mahkota, yang dipakai agak sedikit miring ke kiri atau ke kanan sesuai selera. Ada yang memakai atasan berupa baju teluk belanga', ada pula yang memakai jas, dengan bawahan sarung plekat beraneka corak dan warna. Tak lupa mereka usapkan di pakaian mereka itu minyak kasturi, untuk menambah semerbak suasana.

Secara berkelompok-kelompok, mereka mengayuh sampan menuju arah pertigaan Muara Ulakan, tempat berdirinya Masjid Agung Jami', tempat yang sudah "disepakati" bersama oleh segenap manusia di kota kecil ini untuk berkumpul dalam rangka mendirikan shalat Jum'at, sebuah sarana buat mereka menghadap Ilahi Rabbi.

Pada zaman itu, bukanlah tidak ada kaum muslim laki-laki baligh yang terkena wajib 'ain shalat Jum'at, lalu mereka tidak melakukannya. Mesti ada. Tetapi mereka jauh-jauh mengurung diri di dalam rumah mereka, takut kalau-kalau mereka dilihat orang. Masih ada rasa malu pada diri mereka.

Ya. Begitulah keadaan hari Jum'at pada zaman yang lampau di negeri ini. Suasana ibadah amat kental terasa. Ini bukan tanpa alasan, karena hari Jum'at adalah hari yang istimewa buat kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, tak ketinggalan di negeri Sambas ini dulu.

Ia bukanlah seperti 6 hari lainnya yaitu Senin, Selasa, Rabu Kamis, Sabtu dan Ahad, karena Allah jadikan hari Jum'at ini sebagai hari besar buat kaum muslimin, hari raya atau id yang senantiasa berulang setiap minggunya, hari raya yang ada unsur ibadah taqarrub ilallah yang sifatnya wajib yaitu shalat Jum'at dan ibadah-ibadah sunnat lainnya seperti membaca surat al-Kahfi dan sebagainya.

Di dalam sebuah hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh shahabat Anas bin Malik radhiayallahu 'anhu diceritakan bahwa Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara di tangan Jibril ada semacam cermin yang berwarna putih dan di tengah-tengahnya ada titik yang berwarna hitam : Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya kepada Jibril :

Apa ini wahai Jibril? Ini adalah Hari Jum'at, Rabb-mu telah perlihatkan kepadamu, supaya ia menjadi hari Id untukmu dan kaummu yang hidup setelahmu.

Dan juga hari Jum'at bukanlah seperti 6 hari lainnya karena Allah jadikan di hari Jum'at ini sebaik-baik terbit dan terbenamnya matahari.

Dari Abu Hurairah dia berkata : telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari ialah hari Jum'at, padanya diciptaka Adam, padanya dia dimasukkan ke surga, dan padanya pula ia dikeluarkan dari surga.

Berbagai macam fadhilah atau keutamaan, Allah sediakan buat ummat Muhammad pada hari ini, dan di antaranya yang terbesar adalah fadhilah diampunkannya mereka yang menghadiri Shalat Jum'at dari dosa-dosa kecil yang mereka lakukan sebagaimana hadits riwayat Muslim :

Dari Abu Hurairah dia berkata : telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barangsiapa yang berwudhu dengan membaguskan wudhu'nya, kemudian dia datangi Shalat Jum'at, dia simak baik-baik khatib, dan dia dia diam ketika khatib berkhutbah, maka dia pasti diampuni sampai ke Jum'at berikutnya ditambah 3 hari lagi.

Maka dari itu di antara mereka yang paham betul akan hal ini, akan bergembira ketika memasuki hari Jum'at setiap pekannya. Awal-awal mereka sudah datang ke mesjid, dan kebetulan sang mufti ada mengadakan taklim umum yang dikenal dengan istilah tashwir, yang pada waktu muftinya adalah Muhammad Basiuni Imran, beliau membaca kitab al-Umm milik al-Imam asy-Syafi'i Rahimahullah Ta'ala.

Meskipun jauh dari negeri Makkah dan al-Madinah sebagai dua pusat dan dua sumber Agama Islam di dunia ini, orang-orang Sambas pada waktu itu tetap menyambut hari Jum'at ini dengan kegembiraan. Kegembiraan lantaran setiap dari mereka sedang mengharap keutamaan yang telah Allah sediakan buat mereka di hari itu. Dan pula karena hari Jum'at ini adalah hari raya buat mereka, selain kedua hari raya tahunan yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.


Mari kita kembalikan besarnya dan sakralnya hari Jum'at ini di kota Sambas pada setiap pekannya, seperti zaman yang sudah-sudah. Suatu zaman yang telah membuktikan bahwa hanya ada satu cara untuk meraih berkah Allah dari langit dan bumi, yakni supaya negeri ini makmur, aman, dan sentausa, yaitu dengan cara penduduknya beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar