Penguasa yang Cerdas (Bagian I)

Sambas, Rabu, 30 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN

Ummat manusia sengaja diberikan kehidupan oleh Allah untuk dijadikan-Nya sebagai Khalifah fil-Ardhi, menjadi penguasa di muka bumi (QS. al-Baqarah : 30). Maksud dari penguasa di muka bumi adalah tabiat manusia, amal manusia, perilaku manusia, dan sepak terjang mereka, akan bisa berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap jalannya kehidupan di muka bumi. 

Jika kebanyakan manusia yang hidup di suatu negeri itu jelek, maka dikatakanlah bahwa negeri itu adalah negeri yang jelek. Sebaliknya jika kebanyakan manusia yang hidup di suatu negeri itu baik, maka dikatakanlah bahwa negeri itu adalah negeri yang baik.

Fungsi ummat manusia sebagai penguasa di muka bumi ini, tentunya dilengkapi dengan segala fasilitas yang tersedia. Dialah (Allah) yang telah menciptakan untuk kalian segala sesuatu di muka bumi seluruhnya (QS. al-Baqarah : 29). Artinya manusia diberikan oleh Allah kemampuan untuk mengendalikan segala sumber daya yang tersedia di alam ini. Dengan akal dan pikiran yang diberikan oleh Allah membuat mereka istimewa, mampu menggali, meneliti, dan selanjutnya menemanfaatkan secara optimal segala apa yang mereka kira dapat menunjang kehidupan mereka.

Jangan lah kita berbicara perkembangan peradaban manusia untuk satu millenium -seribu tahun- yang lampau, untuk satu abad yang lalu saja, tentu sudah berbeda dengan saat sekarang ini. Mungkin satu abad yang lalu manusia boleh berbangga dengan mesin uap dan telegraph mereka, namun sekarang manusia telah berbangga dengan komputer dan internet mereka. Dan kita tidak tahu dalam satu abad ke depan, entah apa yang akan terjadi, dan apa lagi produk yang akan menjadi kebanggan manusia nanti. Manusia akan lalui masa-masa ke depan mereka dalam berapa "musim" dari perkembangan peradaban mereka. 

Sejak dulu, di satu tanah saja, entah berapa banyak tata-pemerintahan yang telah dan sedang tegak berkuasa di atasnya. Misal di kepulauan kita ini, dulu berdiri sebuah imperium Majapahit, ada pula kerajaan-kerajaan kecil, selanjutnya pemerintah Hindia Belanda, dan sekarang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanah yang tidak bergerak ini menjadi saksi bisu, atas jatuh dan bangunnya suatu keadaan tata-pemerintahan yang berkuasa di atasnya. 

Tanah pula menjadi saksi bisu tentang apa yang ada di atasnya, misal saja dulu di atasnya hutan belantara yang sungguh "perkasa", sekarang manusia sudah menjadikannya kebun-kebun yang memberi hasil yang berbeda.

Begitulah manusia dari satu zaman ke zaman berikutnya, sangat "menikmati" ke-penguasa-annya di muka bumi.  Dan sejarah mencatat kapan zaman keemasan, kapan pula zaman yang berkebalikan.

Bak satu kalimat, bumi lah yang akan senantiasa hidup sebagai saksi, dan manusia lah yang akan mati mempertanggungjawabkan kepenguasaannya di muka bumi kepada Ilahi Rabbi.

Kita teringat bahwa fungsi manusia diberi kehidupan di  muka bumi ada dua macam, primer dan sekunder. Manusia sebagai penguasa di bumi, hanyalah sebagai wujud dari fungsi sekunder -fungsi kedua- yang harus mereka pertanggungjawabkan di akhirat nantinya. Dan bimbingan syari'at menggariskan bahwa hanya akan menjadi sempurna fungsi sekunder ini dengan satu jalan, yaitu tunduk kepada fungsi primer -fungsi pertama- yaitu menjadi hamba-sahaya Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengabdi kepada-Nya. Sebab, tidak lah Allah menciptakan bangsa jin dan manusia melainkan hanyalah untuk menyembah Dia (QS. adz-Dzariyat : 56).

Maka dari itu, dapat dikategorikan sebagai penguasa (manusia) yang cerdas, yaitu para penguasa yang juga berpredikat hamba-sahaya yang hina-dina di depan Allah. Semakin diri mereka merendah di depan Allah, maka semakin tinggi pula derajat mereka di sisi-Nya. Ini dapat kita lihat dari ketundukan jasad mereka melalui banyaknya dan panjangnya ruku' dan sujud di dalam shalat mereka, menyungkurkan wajah di bumi menghadap kepada Rabbul 'Alamin. Dan sesuatu yang tidak dapat kita lihat, berupa rasa khusyu', takut, dan tunduk di dalam kalbu mereka. Penguasa-penguasa yang cerdas ini berhak akan nikmat-nikmat Allah yang akan bermunculan dari langit dan bumi, sebab pintu barokah telah terbuka untuk mereka.

Penguasa yang cerdas adalah penguasa yang selalu memanfaatkan jatah hidupnya yang amat pendek ini untuk pengabdian -beramal kebajikan-, dan selalu menganggap dirinya akan segera mati dengan membawa pertanggungjawaban. Dan dia akan selalu merasa bahwa dirinya lah yang mati, sedangkan bumi akan senantiasa hidup menjadi saksi.

Sebaliknya penguasa (manusia) yang tidak cerdas adalah penguasa yang meninggi di muka bumi, sombong, dan lupa hakikat diri mereka hanyalah sebagai hamba-sahaya. Semakin mereka meninggi, sombong, dan membanggakan apa yang ada di sisi mereka, maka akan justru semakin merendahkan dan menghinakan derajat mereka di sisi Allah. Dan mereka berhak akan bencana yang akan datang silih berganti, sesuai "irama dosa" mereka kepada Allah. Semakin berdosa, semakin keras teguran/bencana yang akan menimpa mereka.

Penguasa yang tidak cerdas adalah penguasa yang sadar atau tidak, selalu memanfaatkan jatah hidupnya yang amat pendek ini untuk menikmati dunia ini dengan beramal keburukan. Dan dia akan selalu merasa bahwa dirinya akan hidup tanpa sebuah pertanggungjawaban, berkuasa dengan leluasa di muka bumi yang dianggapnya mati. 
  
Mari kita segera sadar dan berbenah diri. Ada sebagian orang berkata bahwa hidup adalah pengabdian dan pertanggungjawaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar