Tergesa-gesa, Pak Saloy "Nggetah Burung" (1)

Pak Saloy dan Pak Kidding, Ceritera Hikmah dari Negeri Antah Berantah
Ciptaan : NN
Modifikasi by : SAMBAS INDEPENDEN

Sambas, Senin, 7 Januari 2013

Alkissah bermula dari hadiah Pak Kidding kepada temannya Pak Saloy berupa sepasang burung, yaitu burung punai.


Pak Saloy tanya kepada Pak Kidding, bagaimana cara tangkap burung itu. "Ding, bagaimana engkau bisa tangkap ini punya burung bagus benar bulunya?".

Jawab Pak Kidding, "Wah banyak Loy burung hasil tangkapan aku, banyak yang lebih bagus lagi daripada burung yang aku kasih engkau ini. Banyak pula jenisnya. Aku baru kasih engkau burung punai, di rumah ada burung tiung, kandang, muray, sampai burung hantu pun ada Loy."


"Aku tanya engkau bagaimana cara tangkap itu banyak burung, Ding. Ingin juga aku bisa tangkap dan punya banyak burung seperti engkau." tandas Pak Saloy.


"Ayo aku ajak engkau ke rumah aku. Engkau bisa aku ajari caranya. Sekaligus aku lihatkan koleksi burung-burung yang aku punya." ajak Pak Kidding kepada Pak Saloy.

Lalu keduanya pun pergi ke rumah Pak Kidding. Sesampai di sana, ternyata nampaknya saja dari depan, bahwa rumah Pak Kidding itu kecil.

Pak Saloy diajak Pak Kidding ke halaman belakang rumahnya, ternyata di depan mata ada sebuah halaman besar berpagarkan bambu, berisikan kandang-kandang kecil terbuat dari bambu pula. Isinya burung-burung beraneka-ragamnya. Mungkin lebih dari 200 macam burung, masing-masing menghuni dan menjadi ahli bait dari kandang2 kecil yang bentuknya unik-unik itu.


Mungkin luas halaman belakang Pak Kidding adalah sekira 1/2 hektar. Tertata rapi, oleh karena jalan lingkungan yang kuat, dan rapi, lengkap dengan ornament-ornamen bunga dari batu-batu marmar, yang terlukis dan tertanam di setiap alur jalan lingkungan, membuat semuanya lebih indah dan menjadi ciri khas dari tingginya citarasa seni kebudayaan di negeri Antah Berantah tersebut.


Di tengah halaman belakang yang lumayan luas itu, ada pula kolam ikan yang berlatarkan miniatur air terjun yang ternyata di bagian atas air terjun itu, ada penyaring-penyaring dari pasir, batu, ijuk dan arang, fungsinya untuk mengatur regulasi supaya air tetap jernih.


Tidak tanggung-tanggung, ternyata yang berenang-renang di dalam kolam itu adalah ikan-ikan air tawar yang unik dan langka. Dan terpisah dari kolam utama tetapi masih berhubungan airnya oleh adanya semacam parit kecil, ada satu kolam kecil yang dihuni ikan siluk/arowana beraneka warna.

Amboy, sungguh menakjubkan melihat keanekaragaman burung-burung di kandang-kandang itu, dan juga ikan-ikan yang hidup membaur dalam kolam utama. Hanya saja terpisah arowana itu karena sudah sangat langka, sehingga harus diberi suaka, tidak sama perlakuannya dibanding ikan-ikan lainnya. Alasannya, terkadang kalau khilaf sedikit, lupa atau lambat memberi makan, maka dalam kolam itu dari sekian banyak ikan ada yang menjadi predator, makan daging dan tulang kawan. Oleh itu perlu untuk arowana diberi suaka, bukan dengan alasan diskriminasi.


Begitulah keindahan halaman belakang Pak Kidding. Hewan2 peliharaannya saja pada akur. Tak seperti umat manusia yang suka aniaya, padahal sebenarnya seperkasa apapun ia mesti lah binasa hancur dan fana. Pak Saloy takjub sekali hal ini.

"Ding, siapa yang bikin halaman belakang rumah engkau ni indah benar. Kalau dilihat dari halaman depan dan muka rumah engkau, seperti tak ada harta yang berharga di rumah engkau ni, papa kedana."


"Makanya Loy, liat orang tu, liat seutuhnya, jangan sekerat-sekerat, sepotong-sepotong. Juga Loy, engkau ni rupanya macam keumuman manusia, hanya terpaku pada penampilan semata. Jadilah engkau "the special one", beda dari kebanyakan, toch pada akhirnya engkaupun tak mungkin bisa sama dengan orang lain. Jadikanlah dirimu menjadi diri sendiri. Syaratnya pandanglah sesuatu dengan kacamata jernih, seandainya engkau pakai kacamata hitam, maka gelaplah kelihatannya, begitu pula kalau engkau pakai kacamata merah, nampak berwarna merah lah apa yang engkau pandang."

"Jadi yang bikin ni semua siapa, Ding?" tanya Pak Saloy.

"Aku yang bikin ini semua, hasil buah tangan ku ini." jawab Pak Kidding.


"Buah tanganmu ini semua? Padahal tangan kita, sama ya bentuk dan jumlahnya, jarinya juga sama sepuluh. Tapi kenapa aku ndak bias, dan engkau bisa?"


"Itulah Loy bedanya, tangan boleh sama jumlahnya, jari boleh serupa, tapi yang bedakan buahnya. Hasilnya."


"Sebenarnya engkau ni sarjana kah ding? Dulu sekolah dimana? Aku liat engkau pacak benar, di segala bidang lagi nampaknya."

"Aku sebnarnya ndak sekolah apa-apa Loy, sama seperti engkau lah. Tapi aku mau berusaha. Aku suka Tanya-tanya pada ahli dan tukang di suatu bidang. Aku suka baca. Ha sekarang engkau liat, hasil buah tanganku ndak kalah dengan karya ahlinya."


"Iya ding, bahkan lebih bagus lagi."

Tanya Pak Saloy. "Jadi bagaimana cara tangkap ini burung-burung."


"Aku gunakan cara pakai getah pohon karet yan g kuadon dengan bahan-bahan lainnya seperti getah pohon jelutung dan lainnya. Sudah jadi adonan, siap aku naik ke pohon-pohon. Lalu kuoleskan getah ke dahan dan ranting. Aku turun. Lalu biarkan burung-burung hinggap di dahan dan ranting itu, otomatis ketika mau terbang lagi, sekarang kakinya merekat di dahan karena ada getah. Lalu akupun naik lagi ke pohon untuk ngambil burung itu hidup-hidup. Itulah kata orang istilahnya nggettah."


"Kalau begitu, ya mudah sekali Ding. Aku pun bias, bukan hanya engkau. Aku ndak sabar lagi mau dapat burung ni. Aku minta dulu adonan getahmu sdikit, buat coba-coba."


"Ya. Ambil saja. Aku punya banyak. Lagi pula aku punya kebun karet. Ku toreh lagi seandainya habis stok. Tapi loy,...."

Belum selesai Pak Kidding bicara, Pak Saloy sudah pergi meninggalkan Pak Kidding, ndak sabar lagi dia untuk mencobanya.

Pak Saloy itu orangnya sifatnya suka tergesa-gesa. Belum selesai orang lain bicara, dia sudah meninggalkannya.


"Loy, loy, sini engkau bentar, aku belum selesai bicara." kata Pak Kidding sambil berteriak mengingatkan Pak Saloy yang kian menjauh.


"Nanti, nanti, aku pergi dulu Ding." jawab Pak Saloy sambil setengah berlari meninggalkan Pak Kidding.


Gumam Pak Kidding, "Jangan-jangan nanti si Pak Saloy tu kena celaka dia. Orang belum selesai bicara sudah tinggalkan kita."

Pak Saloy pun bergegas dan tanpa pikir panjang, dengan bermodalkan adonan getah yang dia minta kepada Pak Kidding segera dia menuju hutan yang tidak jauh dari perkampungan mereka.

Maklum saja di negeri antah berantah, hutan masih perawan, tak seperti di negeri kita, hutan hutan dah jadi perkebunan sawit milik swasta, hanya sedikt yang dimiliki oleh rakyat jelata.

Sudah itu, tragis memang, terkadang petani rakyat tidak bisa jual buah sawit mereka kepada perusahaan. Banyak sekali alasannya.


Kalau di negeri antah berantah, hutan masih perawan, mau cara kayu apa pun ada, dari kayu engkapas sampai kayu besi pun ada.

Fauna nya pun hidup aman, ekosistem msh seimbang dan tidak timpang. Begitu pula burung-burung si sana msh banyak spesiesnya, sebab mereka yang hidup mengandalkan ketersediaan makanan dari hutan, hutannya masih sempurna.


Potret orang-orang yang hidup di Negeri Antah Berantah, sungguhpun dinilai tradisionil tapi mereka beradat dan beradab. Hutan dan seisinya sungguh terjaga. Bukan mereka tidak butuh kepada hutan dan isinya, tapi mereka hanya mengambil seperlunya dan tidak semaunya.


Lihatlah pula ketika Pak Kidding mengajari Pak Saloy menangkap burung, tidak dengan cara disumpit, dipanah, atau ditembak. Melainkan hanya digetah yang masih toleransi dengan nilai sebuah ruh dan nyawa dari burung itu.

Pak Saloy pun mulai beraksi. Menerapkan ilmu "nggetah" yang dituntutnya dari Pak Kidding.

Bersambung      

1 komentar: