Debat Antara Laut dan Sungai

Sambas, Selasa, 5 Februari 2013
Diceriterakan kembali oleh SAMBAS INDEPENDEN 

Sungai, semula turun dari puncak gunung-gunung yang tinggi. Lalu ia mengumpulkan airnya dari air-air terjun, mata-mata air, salju-salju yang bertumpuk, dan dari danau-danau yang tersebar di sana. Selanjutnya ia akan terus mengalir dari lereng ke lereng, dari lembah ke lembah, sehingga tibalah ia di laut yang luas setelah melalui perjalanan yang panjang dan kepayahan yang tidak sedikit jumlahnya. Ia lalu mengalir memasuki laut dengan sederas-derasnya.

Sungai pun berkata kepada laut yang terkesan angkuh dan sombong dengan kebesarannnya itu, ketika dia mendekat dan semakin mendekat kepadanya (di muara), " Hai Engkau laut yang luas, Engkau senantiasa sehat wal afiat selalu. Dan hidupmu penuh dengan kenikmatan yang memuaskan. Duhai Engkau wahai laut, Engkau itu adalah garam yang rasanya 'pahit', dan Engkau pula senantiasa dalam kemarahan yang bergejolak, tentu kalau begitu Engkau tiada berguna sama sekali. Namun sebenarnya Engkau itu, tidaklah bergerak kecuali ada angin yang menghembusmu. Dan sungguh aku tidak melihat Engkau bermanfaat sedikitpun di dunia maupun di akhirat."

Kemudian laut menjawab dengan penuh kemarahan.
"Celaka Engkau wahai sungai, tidakkah Engkau tahu kadar dirimu sendiri, dan tidakkah Engkau dapatkan satu perkara saja yang bermanfaat yang ada dalam wujudmu itu, wahai aliran kecil yang punya panjang tapi tak punya lebar. Wahai yang seandainya aku mau, niscaya aku akan benar-benar menghilangkanmu, dan menghapuskanmu dari wujudmu itu ? "

Keduanya lalu terdiam sesaat (sambil tafakkur akan kata-kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya).

Sungai lantas berkata, " Tenanglah Engkau, dan merendahlah Engkau dari segala kesombongan dan kecongkakanmu ! Sejak kapan neraca-neraca itu rusak sehingga ukuran keutamaan hanya berdasarkan ukuran besar saja ? Dan kira-kira apa manfaat dari bentukmu yang besar, dan luas permukaanmu yang sangat panjang dan sangat lebar itu ? Ini dia air asinmu, dan ini dia tingkah polahmu yang tak baik itu. 

Coba Engkau lihat aku ini ! Betapa tawarnya airku yang sungguh segar dan melegakan. Dan betapa unggulnya aliran airku, sehingga menjadi pemandangan yang amat indah. Semua manusia menimba air dari sumber-sumber airku. Duhai, betapa banyak aku telah mampu menghilangkan dahaganya orang-orang yang dahaga, dan betapa banyak pula aku telah mampu mengenyangkan orang-orang yang lapar. ....  "

Maka laut pun kebingungan mendengar apa yang dikatakan oleh sungai. Lantas dia berkata, " Tidakkah Engkau tahu bahwa akulah sebenarnya yang memberimu dan menyuplaymu air, yaitu ketika bernaikan ke atas uap-uap air dari keluasanku ini. Kemudian anginpun membawa uap-uap air itu menjadi awan-awan, kemudian awan-awan akan melemparkan hujan, dan hujan itu pun tercurah ke atas air-air terjun dan sungai-sungai sepertimu. Maka sungguh Engkau itu telah ingkar lagi tidak berterima kasih dengan segala nikmat yang ada padamu. Sungguh, sekiranya aku tahan saja air dan hujan untukmu, niscaya akan tamatlah riwayatmu. "

Maka dengan segala kecerdasan yang dimiliki oleh sungai, dia pun tersernyum mendengar apa yang dijawab oleh laut. Kemudian dia berkata, " Engkau itu bukanlah sumber, bukanlah asal-muasal air yang ada pada kami ini. Tetapi semuanya hanya dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa. Apakah Engkau lupa bahwa Dia lah pula yang menciptakan matahari, dan selanjutnya panasnyalah yang menjadikan air itu menguap, lalu naik ke atas menuju langit. Kalaulah seandainya segala perkara tadi sepenuhnya ada di tanganmu, tentu kami akan mendapatkan air darimu dengan sekali curahan saja. Namun, ala kulli hal, kami bangga, air yang telah Engkau berikan kepada kami, serta-merta kami mengembalikannya kepadamu dengan air yang deras mengalir, dan bukan dengan sekadar uap air seperti yang Engkau berikan dulu."

Sungai pun mengakhiri perkataannya kepada laut yang sedang mabuk itu -mabuk yang sangat sulit untuk kembali sadar-, laut yang akan senantiasa sepanjang masa dalam keadaan congkak, angkuh, dan sombong, padahal dirinya sebenarnya bukanlah apa-apa. Sungai pun berkata, "Akan tetapi airku, meski sebanyak apapun ia mengalirimu, tidak akan pernah cukup untuk merubahmu menjadi tawar apalagi menjadi manis. Dan akan tetaplah terus sepanjang masa, keadaan airmu yang asin lagi pahit rasanya itu."

(diterjemahkan oleh SAMBAS INDEPENDEN dengan beberapa editing tanpa merubah tujuan dan makna dari kitab at-Ta'bir jilid III, King Saud University, tahun 1993)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar