Salah Kaprah Sekerat Daging yang Bernama Kalbu

Sambas, Rabu, 30 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN

Istilah kalbu dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab قَلْبٌ, dari akar kata قَلَبَ-يَقْلِبُ-قَلْبًا, yang berarti membalik. Dengan demikian arti kalbu secara bahasa adalah sesuatu yang suka berbolak-balik. Bahasa Inggrisnya adalah heart.

Kalbu sering diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai hati namun yang sebenarnya adalah berarti jantung. Dan dalam sastra lama Indonesia sering disebut secara lengkap dengan istilah "jantung-hati".

 
Terjemahan kata kalbu yang seringkali dipakai oleh orang Indonesia yaitu hati ini, membuat rancu orang-orang, sehingga yang tergambar dibenak mereka adalah كَبِدٌ yang dalam bahasa Inggrisnya liver. Fungsi liver terpenting adalah adalah menyaring racun-racun yang ada pada darah.

Pembaca yang budiman. 


Besarnya kalbu/ jantung adalah sekira genggaman tangan manusia, sehingga disifati sebagai مُضْغَةٌ artinya sekerat daging yang seukuran dengan sesuatu yang bisa dikunyah oleh manusia.

Jantung adalah organ tubuh terunik, lantaran ia punya dua fungsi dengan dua dimensi yang berbeda, yaitu dimensi jasmani dan rohani.

Kedua fungsi kalbu/jantung/heart yang unik tersebut adalah :
1. Fungsi jasmani : sebagai pusat kehidupan seluruh jasad, yaitu dengan memompa darah untuk mengedarkan sari makanan yang dimakan, dan oksigen ke seluruh bagian tubuh manusia. Dengan detakan jantung yang menurut sebagian ahli bisa mencapai  100 ribu kali per hari, atau setara mampu memompa 2000 galon darah dalam sehari. 
Adanya detak jantung yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh, menunjukkan adanya kehidupan pada seorang manusia. Sebaliknya jika terhenti detak jantung yang berakibat berhenti peredaran darah, maka akan berhenti pula kehidupan.

2. Fungsi rohani : sebagai tempat berdiamnya ruh, nafs -jiwa-, akal, perasaan, niat, dan naluri. Ia lah yang menggerakkan seluruh jasad untuk bertindak. Seluruh jasad "tunduk-patuh" dengan apa yang diperintahkannya. Rasulullah bersabda, mafhumnya:

Ketahuilah, dan sungguh pada tiap-tiap jasad itu ada mudhghah (segenggam daging seukuran yang bisa dikunyah manusia). Jika mudhghah itu baik, maka akan baik pula seluruh jasad. Sebaliknya jika mudhghah itu rusak, maka akan rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, mudhghah itu adalah qalbu/jantung. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Kata kalbu dengan makna asal yaitu yang suka berbolak-balik, juga berkaitan erat dengan dua fungsi ini. Pertama, detak jantung untuk memompa darah yang sampai ribuan kali setiap harinya itu menjadi alasan ia dikatakan suka berbolak-balik. Kedua, kondisi rohani manusia yang suka berubah-rubah, kadang duka, kadang suka; kadang senang, riang, dan gembira, kadang pula galau, gundah, dan gulana; membuat ia disebut sebagai kalbu, yang suka berbolak-balik.

Maka dengan demikian, berdasarkan kepada kedua fungsinya secara jasmani maupun rohani, kalbu/jantung menjadi organ terpenting di dalam tubuh manusia, yang harus kita jaga senatiasa kesehatannya, dan jangan sampai ia dihinggapi penyakit-penyakit, baik itu penyakit dimensi jasmani maupun dimensi rohani.

Ingat selalu pula, bahwa yang selamat di akhirat kelak, hanyalah mereka yang sanggup datang menemui Allah dengan membawa Qalbun Salim (kalbu yang selamat/sehat) sebagaimana QS. asy-Syu'ara : 89.

Semoga kalbu-kalbu kita, digolongkan ke dalam kalbu yang sehat, kalbu yang senantiasa Allah kokohkan tegak berdiri di atas agama-Nya yang murni. 





 
KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Salah Kaprah Sekerat Daging yang Bernama Kalbu

Penguasa yang Cerdas (Bagian I)

Sambas, Rabu, 30 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN

Ummat manusia sengaja diberikan kehidupan oleh Allah untuk dijadikan-Nya sebagai Khalifah fil-Ardhi, menjadi penguasa di muka bumi (QS. al-Baqarah : 30). Maksud dari penguasa di muka bumi adalah tabiat manusia, amal manusia, perilaku manusia, dan sepak terjang mereka, akan bisa berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap jalannya kehidupan di muka bumi. 

Jika kebanyakan manusia yang hidup di suatu negeri itu jelek, maka dikatakanlah bahwa negeri itu adalah negeri yang jelek. Sebaliknya jika kebanyakan manusia yang hidup di suatu negeri itu baik, maka dikatakanlah bahwa negeri itu adalah negeri yang baik.

Fungsi ummat manusia sebagai penguasa di muka bumi ini, tentunya dilengkapi dengan segala fasilitas yang tersedia. Dialah (Allah) yang telah menciptakan untuk kalian segala sesuatu di muka bumi seluruhnya (QS. al-Baqarah : 29). Artinya manusia diberikan oleh Allah kemampuan untuk mengendalikan segala sumber daya yang tersedia di alam ini. Dengan akal dan pikiran yang diberikan oleh Allah membuat mereka istimewa, mampu menggali, meneliti, dan selanjutnya menemanfaatkan secara optimal segala apa yang mereka kira dapat menunjang kehidupan mereka.

Jangan lah kita berbicara perkembangan peradaban manusia untuk satu millenium -seribu tahun- yang lampau, untuk satu abad yang lalu saja, tentu sudah berbeda dengan saat sekarang ini. Mungkin satu abad yang lalu manusia boleh berbangga dengan mesin uap dan telegraph mereka, namun sekarang manusia telah berbangga dengan komputer dan internet mereka. Dan kita tidak tahu dalam satu abad ke depan, entah apa yang akan terjadi, dan apa lagi produk yang akan menjadi kebanggan manusia nanti. Manusia akan lalui masa-masa ke depan mereka dalam berapa "musim" dari perkembangan peradaban mereka. 

Sejak dulu, di satu tanah saja, entah berapa banyak tata-pemerintahan yang telah dan sedang tegak berkuasa di atasnya. Misal di kepulauan kita ini, dulu berdiri sebuah imperium Majapahit, ada pula kerajaan-kerajaan kecil, selanjutnya pemerintah Hindia Belanda, dan sekarang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanah yang tidak bergerak ini menjadi saksi bisu, atas jatuh dan bangunnya suatu keadaan tata-pemerintahan yang berkuasa di atasnya. 

Tanah pula menjadi saksi bisu tentang apa yang ada di atasnya, misal saja dulu di atasnya hutan belantara yang sungguh "perkasa", sekarang manusia sudah menjadikannya kebun-kebun yang memberi hasil yang berbeda.

Begitulah manusia dari satu zaman ke zaman berikutnya, sangat "menikmati" ke-penguasa-annya di muka bumi.  Dan sejarah mencatat kapan zaman keemasan, kapan pula zaman yang berkebalikan.

Bak satu kalimat, bumi lah yang akan senantiasa hidup sebagai saksi, dan manusia lah yang akan mati mempertanggungjawabkan kepenguasaannya di muka bumi kepada Ilahi Rabbi.

Kita teringat bahwa fungsi manusia diberi kehidupan di  muka bumi ada dua macam, primer dan sekunder. Manusia sebagai penguasa di bumi, hanyalah sebagai wujud dari fungsi sekunder -fungsi kedua- yang harus mereka pertanggungjawabkan di akhirat nantinya. Dan bimbingan syari'at menggariskan bahwa hanya akan menjadi sempurna fungsi sekunder ini dengan satu jalan, yaitu tunduk kepada fungsi primer -fungsi pertama- yaitu menjadi hamba-sahaya Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengabdi kepada-Nya. Sebab, tidak lah Allah menciptakan bangsa jin dan manusia melainkan hanyalah untuk menyembah Dia (QS. adz-Dzariyat : 56).

Maka dari itu, dapat dikategorikan sebagai penguasa (manusia) yang cerdas, yaitu para penguasa yang juga berpredikat hamba-sahaya yang hina-dina di depan Allah. Semakin diri mereka merendah di depan Allah, maka semakin tinggi pula derajat mereka di sisi-Nya. Ini dapat kita lihat dari ketundukan jasad mereka melalui banyaknya dan panjangnya ruku' dan sujud di dalam shalat mereka, menyungkurkan wajah di bumi menghadap kepada Rabbul 'Alamin. Dan sesuatu yang tidak dapat kita lihat, berupa rasa khusyu', takut, dan tunduk di dalam kalbu mereka. Penguasa-penguasa yang cerdas ini berhak akan nikmat-nikmat Allah yang akan bermunculan dari langit dan bumi, sebab pintu barokah telah terbuka untuk mereka.

Penguasa yang cerdas adalah penguasa yang selalu memanfaatkan jatah hidupnya yang amat pendek ini untuk pengabdian -beramal kebajikan-, dan selalu menganggap dirinya akan segera mati dengan membawa pertanggungjawaban. Dan dia akan selalu merasa bahwa dirinya lah yang mati, sedangkan bumi akan senantiasa hidup menjadi saksi.

Sebaliknya penguasa (manusia) yang tidak cerdas adalah penguasa yang meninggi di muka bumi, sombong, dan lupa hakikat diri mereka hanyalah sebagai hamba-sahaya. Semakin mereka meninggi, sombong, dan membanggakan apa yang ada di sisi mereka, maka akan justru semakin merendahkan dan menghinakan derajat mereka di sisi Allah. Dan mereka berhak akan bencana yang akan datang silih berganti, sesuai "irama dosa" mereka kepada Allah. Semakin berdosa, semakin keras teguran/bencana yang akan menimpa mereka.

Penguasa yang tidak cerdas adalah penguasa yang sadar atau tidak, selalu memanfaatkan jatah hidupnya yang amat pendek ini untuk menikmati dunia ini dengan beramal keburukan. Dan dia akan selalu merasa bahwa dirinya akan hidup tanpa sebuah pertanggungjawaban, berkuasa dengan leluasa di muka bumi yang dianggapnya mati. 
  
Mari kita segera sadar dan berbenah diri. Ada sebagian orang berkata bahwa hidup adalah pengabdian dan pertanggungjawaban.

KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Penguasa yang Cerdas (Bagian I)

Ternyata Susah Mencari Orang yang Berhak dijadikan Public Figure

Sambas, Ahad, 27 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN

Pembaca yang budiman.

Pemimpin adalah satu atau dua orang yang menjadi "nakhoda", bisa tua, bisa muda. Sedangkan tokoh-tokoh masyarakat adalah kumpulan "orang terpandang" yang jumlahnya jamak, mereka bukan "nakhoda" tetapi mereka terdepan di dalam masyarakat, yang turut menjadi penentu arah, kemana "kapal mereka hendak dibawa berlayar oleh nakhoda". Mereka yang terakhir ini lebih berpeluang memberikan social control kepada "nakhoda", lebih punya akses untuk menashihati "nakhoda" dibanding rakyat jelata.

Kedua komponen masyarakat di atas itu lah yang lebih umum disebut public figure.

Lalu siapa yang berhak untuk di-public figure-kan dalam suatu masyarakat? Dalam artian, siapa yang berhak untuk dijadikan "nakhoda" dan tokoh-tokoh masyarakat yang mengontrolnya? Ternyata dalam hal ini, ada banyak tawaran yang berkembang di dalam masyarakat tentang siapa yang lebih berhak.

Pada artikel ini, kita "tendang" saja pendapat-pendapat "nyeleneh" yang berkembang di masyarakat tentang siapa yang lebih berhak, misal yang paling jago, yang paling preman dan pendapat-pendapat aneh lainnya. Kita buang jauh-jauh pendapat-pendapat itu. Kita hanya mengambil pendapat-pendapat yang masih masuk akal.

Ada yang mengatakan, yang lebih berhak menjadi public figure adalah orang pintar, dengan alasan bahwa ketika mereka memimpin dan menjadi tokoh-tokoh nantinya bisa me-manage alias mengurus negeri sebaik-baiknya. Masuk akal memang. Tapi celakanya, kebanyakan orang yang pintar, ternyata pintar segalanya, pintar memimpin, juga pintar menipu. Orang ini tidak layak memimpin.

Ada yang mengatakan, yang lebih berhak menjadi public figure adalah orang yang bijak, dalam artian suka sekali membuat kebijakan, hal ini dibuat kebijakan, hal itu dibuat kebijakan. Semuanya kebijakan. Akhirnya kebanyakan kebijakan, jadi tidak bijak lagi namanya. Orang kedua ini juga tidak layak.

Ada yang mengatakan, yang lebih berhak menjadi public figure adalah orang jujur, dengan alasan bahwa ketika mereka memimpin dan menjadi tokoh, nantinya bisa jujur, tidak tergiur dengan uang. Anggapan kelompok yang mengajukan ini juga ada benarnya, dan masuk akal. Tapi orang yang cuma punya sifat jujur, kebanyakannya dari mereka itu juga punya sifat yang polos, naif, lemah, mudah ditipu, dan mudah ditikam dari belakang. Dan dalam kondisi tertipu sekalipun, mereka masih sabar, dan tulus. Akhirnya mereka yang menipu semakin menipu, memanfaatkan kondisi yang ada. Kesempatan emas buat mereka, menjadikan si jujur ini jadi kendaraan, jadi tameng, jadi tumbal semata. Orang ketiga ini sebaiknya cepat sadar kalau dia sedang jadi kendaraan politik. Pikirkan diri Anda sendiri dan rakyat yang sedang kena tipu. Lebih baik cepat-cepat mundur, jikalau sudah terlanjur. 

Ada yang mengatakan, yang lebih berhak adalah orang yang sudah kaya, dengan alasan bahwa ketika mereka memimpin atau menjadi tokoh-tokoh masyarakat nantinya tidak tergiur lagi dengan yang namanya uang. Mereka kan sudah banyak uang, tak perlu lagi "curang", sebab ujung-ujungnya ketika menjadi pemimpin yang diurus itu adalah uang. Anggapan kelompok yang menawarkan ini relatif ada benarnya, dan sedikit masuk akal. Tapi apakah ada yang menjamin, bahwa harta-harta yang mereka miliki itu bisa jadi penghalang bagi mereka untuk tidak berbuat "curang"? Kita kira, tidak ada yang bisa menjamin. Sebab, sudah jadi tabiat dari anak-cucu Adam, kalau dia punya emas sebanyak dua lembah, pasti dia mencari yang ketiganya (HR. al-Bukhari dan Muslim). Yaitu dengan kata lain sifat manusia yang rakus, tamak, dan loba.
Kalangan orang yang keempat ini dirinci:
Pertama, jikalau Anda sebelum terjun sudah dinilai orang lain sebagai orang baik-baik, punya track record yang baik, tidak berbuat hal yang tidak-tidak, sebaiknya Anda lebih baik jangan mau untuk diperangkap, dan jangan tergiur tawaran-tawaran muluk dari orang-orang yang notabene ingin menjadikan Anda tunggangan, ingin menumpang suara dengan kekayaan Anda. Sebab nanti bisa-bisa dia mengerok habis harta Anda.
Kedua, jikalau Anda sebelum terjun sudah tidak bagus track record-nya, bagaimana nanti kalau Anda memimpin, bisa semakin rakus dan tidak terkendali nantinya. Anda tidak layak untuk memimpin. 

Yang terakhir, ada pula yang mengatakan, yang lebih berhak menjadi pemimpin adalah orang yang bertaqwa, berakhlaqul karimah, dan tinggi ilmu agamanya. Kita pasti sepakat, sebenarnya mereka inilah yang sangat-sangat layak untuk dijadikan pemimpin, apalagi dia punya skill individu dan seni dalam memimpin yang cukup, tapi kebanyakan dari mereka ini tidak mau.
Mereka memberikan dua alasan, yang pertama, berdasarkan keikhlasan, keilmuan, dan kehati-hatian, mereka sangat jarang yang mau disuruh mendaftar jadi pemimpin,  sebagai akibat sistem demokrasi yang mempersyaratkan bahwa kalau ingin memimpin harus mendaftar dulu, yang berarti sama dengan meminta jabatan. Dia paham betul tentang larangan dari hukum syara' tentang meminta jabatan.
Yang kedua, dia tahu apa konsekuensi menjadi pemimpin pada saat-saat ini. Terlalu banyak "PR", dan tugas yang harus dipecahkan, serta terlalu banyak musuh yang dihadapinya di "balantika" politik nantinya. Dia takut kalau-kalau dia tidak mampu mengemban amanah dan akhirnya jadi penyesalan di akhirat kelak.

Jadi tidak ada dari kategori orang-orang di atas yang lebih berhak memimpin negeri karena semuanya dikategorikan tidak layak atau mereka tidak mau.

Akhirnya yang jadi pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat adalah orang-orang yang paling berambisi untuk berkuasa, dan mereka ini yang paling bagus trik dan starateginya dalam meraih suara rakyat, meskipun ditempuh dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama.

Apa jadinya negeri ini ... G A L A U kata orang sekarang.
KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Ternyata Susah Mencari Orang yang Berhak dijadikan Public Figure

Apa yang Kita Gali dari Sejarah ini, dan Siapa Sebenarnya Sejarawan Sejati ?

Sambas, Ahad, 27 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN

Menurut hemat admin, defenisi sejarah yang paling mencakup dari sekian banyak defenisi yang disampaikan oleh para ahli dari Indonesia adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Roeslan Abdulgani sebagai berikut :

Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah)

Dari defenisi di atas, nampak bahwa ilmu sejarah bukanlah tanpa suatu tujuan, melainkan ia mempunyai tujuan :

Pertama, objek teliti sejarah adalah perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadiannya.

Kedua, menggali sejarah bukan lah hanya sekedar untuk tujuan meneliti, dan menyelidiki secara sistematis.

Ketiga, menggali sejarah adalah dengan maksud untuk memberikan penilaian secara kritis terhadap sejarah. Output hal ini adalah penilaian dan kritikan-kritikan yang konstruktif (membangun). 

Keempat, setelah diberikan penilaian secara kritis, selanjutnya sejarah itu dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan.

Dengan demikian, ilmu sejarah dapat dikategorikan sebagai salah satu cabang ilmu yang agung. Bagaimana orang-orang terdahulu bertindak, itu menjadi ibrah dan pelajaran buat orang-orang sekarang dan orang-orang akan datang. Yang baik dari mereka hendaknya diambil dan diteladani. Yang buruk dari mereka hendaknya dibuang dan dijauhi.

Dan merujuk definisi sejarah di atas pula, maka yang lebih berhak diistilahkan sebagai seorang penggali sejarah atau sejarawan, bukan lah mereka yang mampu mengumpulkan dan mengoleksi barang-barang atau benda-benda antik dan unik dari zaman lampau yang sudah berlalu itu. Tetapi seorang penggali sejarah atau sejarawan, adalah mereka yang mampu mengumpulkan dan mengoleksi kearifan ideologi para tetua, sebagai hakikat sebenarnya dari perbendaharaan harta dan khazanah yang mereka wariskan untuk anak-cucu mereka.

Maka jadilah seorang penggali sejarah atau sejarawan sejati, seseorang yang mampu mengumpulkan "mutiara-mutiara" kearifan ideologi "yang berserakan" dari pengalaman berharga orang-orang yang hidup di zaman dulu itu, dan kemudian merangkainya kembali menjadi "seutas kalung" yang amat berharga untuk dijadikan "hiasan" buat dia di kehidupannya sekarang ini, dan buat anak-cucunya di kehidupan masa depan nanti. 

Kita beri aplaus buat mereka yang ingin menjadi penggali sejarah atau sejarawan S E J A T I ...



KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Apa yang Kita Gali dari Sejarah ini, dan Siapa Sebenarnya Sejarawan Sejati ?

Menanti Tenggelamnya Kapal Van ...

Sambas, Sabtu, 26 Januari 2013

by SAMBAS INDEPENDEN


Maaf, jangan tergoda dulu dengan judul kita, Menanti Tenggelamnya Kapal Van ....


Artikel ini bukan lah kategori prosa. Hanya coba meminjam istilah dari novel terkenal Buya Hamka, yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, yaitu sebual novel yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1938 yang berkisah tentang kasih tak sampai antara Zainuddin, laki-laki berayah Minang beribu Bugis, dan Hayati, perempuan yang murni keturunan Minang.


Artikel ini adalah sebuah tulisan yang nantinya akan memuat sebuah hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, untuk kita jadikan motivasi dalam perjuangan kita, terutama perjuangan dalam menegakkan al-Amru bil-Ma'ruf wan-Nahyu 'anil Munkar (amar ma'ruf nahi munkar) sesegera mungkin, dan jangan sampai ditunda-tunda lagi.



Pembaca yang budiman.

Di dalam sebuah hadits, dari Shahabat Nu’man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda :


Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya yakni tidak menegakkannya, adalah seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal, yang sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah.


Jika mereka (yang di bawah) mencari air untuk minum mereka, mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas. Mereka pun berkata, ‘Seandainya boleh, kami lubangi saja kapal ini untuk mendapatkan bagian kami, sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami.’


Jika orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu, mereka akan binasa semuanya.

Namun, jika mereka mencegah dengan tangan mereka, maka mereka akan selamat semuanya.


(HR. al-Bukhari, at-Tirmidzi, dan Ahmad).

Begitu bimbingan Rasulullah kepada kita ummatnya. Bahwa jangan sampai semua dari kita tinggal diam, membiarkan orang-orang berbuat munkar dan aniaya semaunya. Mesti lah ada sekelompok kaum dari kita yang bisa berbicara, menyeru kepada kebajikan, mencegah dari kemungkaran. Jikalau kita ingin selamat. Jikalau "kapal" yang kita tumpangi sekarang ini tidak dibocorkan atau dipecahkan oleh segelintir oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Jangan tunggu kapal ini tenggelam, baru kita saling menyalahkan.

Sadarlah kita semua. Bangkitlah kita semua. Coba lah untuk sedikit peka melihat kemunkaran-kemunkaran yang ada di sekeliling kita, di rumah, di tempat kerja, di jalanan, dan di setiap tempat. Kemudian rubahlah kemunkaran-kemunkaran itu dengan tangan/kuasa kita, kalau tidak mampu maka dengan lisan/pengajaran kita, atau kalau tidak mampu pula paling tidaknya dengan pengingkaran dan pencelaan dengan qalbu kita.

Dan kita berdo'a, semoga Allah tetap jaga kapal ummat ini terus berlayar, dan selamat sampai ke tujuannya yaitu surga Jannatunna'im. Semoga setiap penumpang dari kapal umat ini dapat saling peduli, dan tidak saling membiarkan ketika ada yang ingin melubanginya. Semoga Allah senantiasa lindungi kita dari segala bencana dan marabahaya yang sanggup menghancurkan kita disebabkan pengabaian kita terhadap amar ma'ruf nahi mungkar. Semoga Allah jadikan diri kita gemar beramar makruf -menyuruh orang berbuat kebajikan-. Dan semoga Allah jadikan pula diri kita peka dan sensitif terhadap kemungkaran, sehingga kita pun mengingkari dan merubahnya dengan tangan, atau lisan, dan minimalnya dengan qalbu kita. Amin.
KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Menanti Tenggelamnya Kapal Van ...

Teori Dialektika Peran Pemuda

Sambas, Sabtu, 26 Januari 2013
by SAMBAS INDEPENDEN


Dialektika terdiri dari tesis, antitesis, dan sintesis. Tesis artinya keadaan yang ada. Antitesis artinya keadaan yang seharusnya ada, dan berkebalikan dari tesis (keadaan yang ada). Sintesis artinya cara untuk merubah tesis menjadi antitesis, "yang ada" menjadi "yang seharusnya ada".

Berikut adalah sekelumit dialektika peran pemuda.


Bagian I. Tesis

Di dalam kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan, acapkali peran pemuda itu dipinggirkan. Masih saja ada dan bahkan mayoritas dari masyarakat masih percaya pada "mitos" bahwasanya yang tua selalu di pihak yang benar, tanpa memberi sebuah kesempatan kepada pemuda-pemuda berbakat dan bertalenta tinggi untuk berkarya.

Tak terkecuali dalam tatanan kehidupan masyarakat di negeri-negeri Melayu, peran pemuda masih amat kecil dibanding peran orang-orang tua, dan seandainya pun ada, masih minim sekali, dan ternilai bahwa pemuda itu diberikan peran-peran yang bersifat tenaga kasar dan bukan peran-peran yang bersifat pikiran.

Pada kondisi ini, kalangan pemuda terbagi menjadi dua kelompok. Pertama yang seratus persen pro dengan ideologi kelompok tua. Kedua yang sedikit-sebanyak kontra dengan ide kelompok tua.

Kelompok pemuda pertama, yang seratus persen pro, akan mendapatkan tempat dalam hati kelompok tua dan sistem yang dibangun oleh mereka. Tetapi terkadang sebagian dari kelompok tua pun sedikit jengkel dengan mereka karena cepat sekali karir dan peran mereka. Ini hanya minoritas dari kalangan pemuda, dan kelompok ini kita katakan tidak mewakili keadaan pemuda sesungguhnya yang umumnya punya idealisme tinggi.

Kelompok pemuda kedua, yang berbeda dengan ideologi kelompok tua sedikit-sebanyaknya, mereka ini mewakili kategori pemuda, sebab mereka ini umumnya punya semangat tinggi dalam perjuangan, punya idealisme. Terhadap kelompok pemuda sejati ini, kaum tua bersifat defensif -bertahan-, dan terkadang bersifat agresif dan menyerang. Kondisi seperti ini membuat kelompok muda jemu, jenuh menunggu, kapan mereka itu diikutkan dan diajak untuk berpartisipasi, ikut memberikan kontribusi terhadap perjuangan ini. Apalagi jika untuk diapresiasi -diberi penghargaan- dalam karya mereka, jauh panggang dari api. 

Kejemuan itu membuat mereka lemah dan kurus semangat. Ada pula yang membuat mereka sampai frustasi. Hanya segelintir dari pemuda yang sanggup konsisten dengan yang namanya perjuangan setelah mereka itu dipinggirkan.

Kondisi ini pula, bagi pemuda yang masih berkobar-kobar semangat idealisnya, membuat mereka berontak tanpa etika kepada kaum tua. Ini semakin menambah runyam suasana.

Kalau sudah hal ini terjadi, tidak ada progress dan kemajuan di suatu masyarakat. Miss comunication antara si tua dan si muda.



Bagian II. Antitesis

Dinamika masyarakat memang beragam. Kita akui si tua jelas lebih banyak "makan asam garam" dari kehidupan ini, namun boleh jadi si muda itu lebih punya wawasan dibanding si tua, lebih berilmu dari mereka. Ini dikarenakan sistem pendidikan dan informasi yang semakin modern. Si tua kalah  pengetahuan dan informasi dari si muda, sebab si muda pegang komputer dan internet, si tua tidak. Yang lebih tragis lagi, mereka disuruh oleh si tua sekolah jauh-jauh dan tinggi-tinggi, bahkan sampai ke luar negeri, lengkap dengan segala fasilitas yang memungkinkan mereka meraih pengetahuan sebanyak-banyaknya, namun giliran mereka pulang untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya, mereka ditekan, mereka dipinggirkan. Ironis memang.

Namun di bawah tekanan seperti ini, sebagian pemuda ada mampu dan berhasil berkarya, tapi apa tanggapan dari yang tua? Ternyata yang tua tidak bergeming, diam seribu bahasa, tidak memberi sedikit pun apresiasi dan penghargaan kepada pemuda akan karya mereka. Sebaliknya giliran pemuda keliru sedikit, maklum saja namanya pemuda, dan sudah jadi sifat dasar manusia yang sering keliru, yang tua kompak seia-sekata langsung memboikot peran mereka, pemuda dicerca dicela habis-habisan.


Seharusnya yang terjadi, si tua harus lah fair dan adil dalam hal ini. Jangan lah hanya ada beberapa perbedaan ide yang muncul dari pikiran si tua dan si muda, lalu si tua menggunakan "hak istimewa"nya memaksakan idenya untuk bisa diterima. Terkadang pula hanya atas dasar gengsi saja, kalah gengsi karena kalah cerdas dengan si muda, si tua jadi meradang, dan membenci mereka.

Si tua haruslah yakin, bahwa hanya waktu yang membedakan mereka dengan si muda. Mereka lebih dulu lahir dari si muda. Mereka lebih banyak angka usianya. Mereka lebih dekat kepada "liang lahd" dari si muda.

Adapun masalah isi dan inti si tua belum tentu lebih "tua" dari si muda.



Bagian III.  Sintesis

Si tua harus lah membuka diri dari si muda. Si tua hendaklah ingat, ketika dulu si muda mereka kirim jauh-jauh dan tinggi-tinggi hanya untuk belajar lengkap dengan fasilitasnya. Kini ketika mereka kembali terimalah mereka dengan suka cita dan penuh harapan.

Biarkan lah para pemuda itu berkreasi. Beri lah ruang bagi mereka untuk bergerak. Beri lah semangat bagi mereka untuk berkarya. Beri lah mereka apresiasi/penghargaan dan hadiah dalam karya mereka. Bukan kah telah diakui tiga slogan pendidikan di negeri ini. Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Yang berada di depan memberikan contoh-teladan, yang berada di tengah memberikan semangat, dan yang berada di belakang memberikan dorongan.

Si muda pun juga jangan seenaknya ketika pulang. Jangan karena pengetahuan yang mereka punya membutakan mata hati mereka untuk beretika kepada si tua. Berjalan dan bertindak petantang-petenteng. Hormati mereka, hargai mereka. Si muda harus sedikit kalah untuk menang besar.

Pemuda hendaknya menyampaikan kebenaran jika memang ada di pihak mereka dengan penuh rasa santun, tidak tergesa-gesa, sebab tergesa-gesa itu dari syaithan belaka yang berakibat bencana.

Atau mungkin mesti ada, angkatan setengah tua setengah muda yang dapat menjadi jembatan penghubung, menjadi mediator, antara si tua dan si muda. Tugasnya adalah ke dua arah itu, ke si tua dan ke si muda.

Kita bisa ambil faidah dari perlombaan lari estafet. Ada empat orang pelari yang silih berganti memegang sebuah tongkat. Yang pertama haruslah baik startnya ketika ditembakkan pistol tanda bermula perlombaan, jangan sampai kalah. Yang kedua dan ketiga haruslah melanjutkan perjuangan yang pertama berlari sekencang-kencangnya, kejar ketertinggalan jika bisa. Yang keempat, sebagai klimaksnya, yakni haruslah bisa berlari sampai pada garis finish dengan meraih kemenangan.

Kesalahan satu adalah kesalahan lainnya. Ketertinggalan satu adalah ketertinggalan lainnya. Kemenangan satu adalah kemenangan lainnya. Kehebatan satu adalah kehebatan lainnya.

Semoga "pelari-pelari" dari negeri Sambas menang dalam "Olympiade" nantinya.


KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Teori Dialektika Peran Pemuda

Pemimpin yang Masyhur dari Negeri yang Masyhur

Sambas, Jum'at, 25 Januari 2013


Negeri Sambas dahulu adalah sebuah negeri yang besar. Yaitu sebuah negeri yang meliputi tiga wilayah Kabupaten/Kota di tahun 2013 ini, yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, dan Kota Singkawang, lebih dari cukup untuk dikatakan besar. Hutan, kebun karet, dan sawah menjadi sumber daya andalan di daerah ini.


Bekas-bekasnya, ditandai dengan penduduk-penduduk yang berdiam di tiga wilayah ini, yang kebanyakannya bertutur dengan bahasa melayu Sambas. Mungkin hanya identitas kesamaan bahasa inilah yang masih tersisa sebagai warisan peninggalan kepemimpinan yang satu pada waktu itu. Sedangkan identitas lainnya, kini telahpun pudar, sebab ketiga wilayah ini, telah dipisahkan oleh apa yang disebut sebagai otonomi daerah. Masing-masing mengurus negerinya sendiri-sendiri.

Apa hendak dikata, nama Sambas yang dulunya masyhur sebagai sebuah kerajaan besar sejak berabad-abad yang lalu, dan sempat dipimpin dan dinakhodai oleh pemimpin-pemimpin masyhur yang berjiwa besar itu, kini hanya melekat untuk nama sebuah wilayah di ujung utara pesisir barat pulau Kalimantan, yaitu Kabupaten Sambas. 

Kita bersyukur kepada Allah, bahwa untung masih ada melekat nama Sambas ini berupa wilayah yang masih berpenduduk sampai sekarang ini, daripada Allah hilangkan sama sekali dari muka bumi seperti negeri 'Ad, Tsamud, Sodom, Ailah, dan sebagainya yang kini hanya tinggal sebuah nama tanpa wilayah dan penduduk. Dan kita tidak tahu ke depannya, pada beberapa masa yang akan datang, dapatkah ketiga wilayah ini bersatu kembali. Ya, tentunya terilham dari sejarah yang satu. Misalnya saja dengan membentuk sebuah propinsi baru yang bernama Propinsi Sambas. Tentunya perjuangan ke arah ini berat namun tidak mustahil itu terjadi.

Para pembaca yang budiman.

Berbicara pemimpin termasyhur dari Negeri Sambas yang masyhur, sepertinya fikiran kita bukan tertuju pada pemimpin-pemimpin di zaman yang terdekat ini, tetapi ingatan kita akan langsung menembus beberapa zaman yang lalu.




Masyhur dalam artian terkenal di zamannya, dan juga zaman sesudahnya. Terkenal dalam artian karena kepiawaiannnya dalam memimpin ummat. Siapa lagi kalau bukan beliau yang bergelar Sulthan Muhammad Tsafiuddin II.

Pada zaman beliau lah nama Sambas berkibar di dunia, terutama dunia Islam. Itu jika dilihat secara eksternal.

Secara internal, kejayaan beliau memimpin negeri tidak diragukan lagi.

... kita tidak dapat melewatkan begitu saja nama dan sejarah prihidup Sri Sulthan Muhammad Tsafiuddin II sebagai Bapak Pendidik, Muballigh Agung, Negarawan dari Kerajaan Sambas.

Beliau kita katakan sebagai Bapak Pendidik karena pada zaman pemerintahannya lah baru didirikan sekolah-sekolah baik dalam bentuk umum maupun madrasah.

Sebagai Muballigh Agung beliau telah berhasil menyusun dan meletakkan dasar-dasar startegi dakwah dengan menempatkan keluarga-keluarga Islam yang telah diberikan pengetahuan agama Islam sekedarnya itu, agar disebarluaskan ke aderah-daerah pedalaman dalam wilayah kerajaan Sambas dan bertugas menyebarkan agama Islam kepada rakyat dan penduduk daerah pedalaman yang masih belum beragama, masih animisme.

Sebagai Negarawan, maka dalam posisi penguasa kerajaan Sambas beliau bukan saja telah berhasil memakmurkan hidup rakyat dalam kerajaannya, tetapi juga berhasil mengadakan hubungan persahabatan, mengikat perjanjian koeksistensi secara damai dengan kerajaan-kerajaan yang bertetangga dengan Sambas seperti Mempawah dan Pontianak serta kerajaan-kerajaan yang terdapat di luar Kalimantan Barat pada umumnya.

(sumber : Brosur dari pidato yang berjudul: Tahun Hijriyah dan Sejarah Masjid Jami' Sulthan Muhammad Tsafiuddin II Sambas, Penulis Murtaba Mohd. Chan tahun 1395 H)

Demikian kami paparkan selintas profil negeri yang masyhur dan pemimpinnya yang masyhur pula itu, sebagai cambuk bagi siapa yang berobsesi untuk memimpin negeri ini. 

Ayo samai prestasi beliau ini, atau kalau mungkin lampaui dan kalahkan beliau dalam hal seni memimpin negeri ini. Jadikan kembali negeri ini masyhur, seperti dulu kala, atau lebih masyhur lagi.

Semoga Berhasil... 






KLIK DI SINI UNTUK BACA SELENGKAPNYA- Pemimpin yang Masyhur dari Negeri yang Masyhur